by Karen Kamal

Lesson Learned: Guiding My Daughter #1

Subuh tadi pagi, tidak sengaja saya menemukan bahwa salah satu kenalan saya saat SMA rupanya sekarang adalah seorang pengusaha sukses. Meskipun ia seorang wanita, ibu dan istri, tidak menghambat usahanya untuk menjadi sukses.

Memberikan waktu untuk menyontek ke IG feed dia, bukan membuat saya membandingkan, malah menginspirasi saya dalam banyak hal, terutama dalam pandangan atau visi saya untuk anak perempuan kami nantinya.

1. Jangan biarkan anak dalam comfort zone terlalu lama
Saya mempelajari bahwa ia memulai usahanya sejak umur 21 (tahun 2011), dimana saat itu ia bukan dari keluarga yang kaya raya sehingga ia dan adiknya harus mengusahakan sesuatu untuk penghasilan lebih atau mungkin menanggung biaya pengeluaran.

Saya coba cermin balik ke keadaan saya saat umur 21. Saya saat itu sedang nyaman dan fokus belajar di kuliah tanpa harus memikirkan segala jenis tanggungan. Ditambah lagi, waktu itu saya mendapatkan beasiswa sehingga membuat saya cepat berpuas diri dan merasa sudah cukup berprestasi.

Saya ingat mama saya selalu berpesan wanita tidak perlu belajar atau bekerja terlalu giat. Cari sekolah pun yang dekat-dekat rumah saja. Hal itu bukan sepenuhnya salahnya karena dia hanya menurunkan nilai yang ia dapat dari sepanjang hidupnya. Yang menjadi permasalahannya adalah dampak dari semua itu tidak langsung kelihatan di saat itu, tapi di kemudian hari.

Saat teman saya itu harus memulai usaha sambil belajar, sesungguhnya ia secara tidak sengaja sudah mulai meniti kesuksesannya lebih awal ketimbang teman-teman lainnya. Kita semua tahu, berprestasi di sekolah tidak mempengaruhi banyak di kesuksesan pekerjaan kita. Dengan semua tantangan yang ia hadapi, malah membuatnya berusaha lebih giat.

2. Menggiatkan Entrepreneurship
Tidak dapat dipungkiri sama sekali bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah hal mungkin paling membosankan (paling tidak untuk saya sekarang ini). Sudah berkali-kali saya mencari ide untuk memulai usaha yang bisa saya jalankan sambil menjaga anak dan segala keterbatasan kapasitas, sungguh membuat keadaan saya semakin sulit. Ditambah lagi, karakter anak saya yang bisa dibilang sulit makan dan tidur.

Yang saya pelajari adalah perjalanan karir saya sebelumnya sebagai profesional di kantor, yang tertulis di CV tidak dapat membantu apa-apa untuk kapasitas saya saat ini. Alangkah baiknya, saya membayangkan kalau dulu saya mengembangkan usaha jauh sebelum saya berkeluarga dan punya anak, membangun sistem yang baik, sehingga sekarang saya cukup mengontrol jalannya perusahaan saja. Skill yang saya raup selama beberapa tahun di pekerjaan sebelumnya membutuhkan kehadiran saya di tempat, di kantor, dalam meeting-meeting panjang, yang notabene sangat tidak mungkin dilakukan sekarang.

Konsiderasi untuk memakai suster sudah berkali-kali juga kami pikirkan tapi bukanlah opsi yang baik. Sejauh ini, saya belum pernah mendengar cerita yang ‘smooth’ dari ibu-ibu lain yang memakai jasa babysitter dan hidupnya menjadi lebih baik. Pasti ada pengorbanan di salah satu sisi.

3. Tidak ada kata terlalu terlambat
Terakhir, yang menjadi harapan saya adalah quote ini. Saya sangat terinspirasi dari cerita Kania, ibu di balik kesuksesan Chic & Darling yang juga sebelumnya pekerja profesional dan baru memulai usahanya saat kejenuhan menjaga anak di rumah. Ini menjadi titik cahaya dan memberikan saya semangat untuk menggali ide, usaha yang dapat dijalankan dengan kapasitas saya saat ini.

Kebetulan, anak saya adalah perempuan dan kemungkinan nantinya ia akan mengalami fase yang sama, sebagai istri dan ibu yang perlu menjaga keluarga dan anaknya, sehingga ada baiknya sebagai orang tua saya membekali dia informasi dan pengetahuan dan nilai-nilai ini.



Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *